Rabu, 09 Oktober 2013

I HEAR YOUR VOICE Episode 12 - 2



Hakim Kim: “Pengacara Jang, kapanpun aku melihatmu…ada sesuatu yang membuatku ingin tahu.”
Hye-sung: “Silahkan tanyakan.”

Hakim Kim: “Saat terakhir wawancara untuk Pembela Umum, kau mengatakan bahwa kau menyesal telah bersaksi, kan?”
Hye-sung: “Ya. Aku menyesalinya.”
Hakim Kim: “Mengapa kau menyesalinya?”

Hye-sung: “Sejujurnya, alasanku menjadi saksi adalah untuk menunjukannya pada gadis jahat itu dan ayahnya. Bahwa aku benar dan gadis jahat itu salah.”


Flashback saat Hye-sung dan Do-yeon remaja sama-sama berhitung untuk membuka pintu masuk ruang sidang. Tapi yang masuk adalah Hye-sung.

Hye-sung: “Jadi, itulah mengapa aku membuka pintunya dan masuk ke dalam. Tapi aku tidak mendapat keuntungan apapun dari hal itu.”
Hakim Kim: “Mengapa, kau tidak mendapat keuntungan apapun? Kau berdiri sebagai saksi dan menangkap seorang penjahat. Kau menunjukan keadilan.”

Hye-sung: “Keadilan? Ponsel bodoh itu.”
Hakim Kim: “Ponsel?”



Flashback saat Hye-sung mengatakan bahwa dia mempunyai foto Joon-guk sedang memukul korban, ayahnya Soo-ha.

Hye-sung: “Tapi, karena ponsel bodoh itu, semuanya menjadi sia-sia.”
Hakim Kim: “Menjadi sia-sia? Mengapa?”



Flashback… (adengan baru)
Hye-sung remaja berdiri di depan ruangan persidangan, Hakim Seo (ayah Do-yeon) menghampirinya.
Hakim Seo: “Kau pasti sangat ketakukan, kan? Kau melakukannya dengan baik. Jika itu bukan karena kau, kasus ini akan berakhir sebagai kecelakaan mobil biasa.”

Hakim Seo mengembalikan ponsel Hye-sung.
Hye-sung: “Apakah kau melihatnya? Fotonya?”
Hakim Seo: “Tidak. Kau tidak memotret apapun.”
Hye-sung: “Kebohongan ini…akankah baik-baik saja?”


Hakim Seo: “Tentu saja. Kau melakukannya dengan baik. Kau tidak bisa hanya melihatnya dan mengabaikan penglihatanmu tanpa melakukan apapun. Kau perlu menghentikan mereka dengan membidikan pada mereka sebuah tembakan kosong.”

Hye-sung melihat ponselnya dan memikirkan perkataan Hakim Seo.
Hakim Seo: “Kau telah bekerja keras. Aku akan memberitahu mu saat hasilnya keluar.”



Hakim Seo beranjak pergi meninggalkan Hye-sung.
Hye-sung: “Apa kau tahu? bahwa ada aksi lain di tempat kejadian?”
Hakim Seo: “Siapa itu?”
Hye-sung: “Do-yeon.”
Hakim Seo: “Apa? Do-yeon?”

Hye-sung: “Di hari kejadian kami sedang bersama. Kami juga datang kesini bersama-sama. Tapi dia lari. Do-yeon adalah seorang pembohong, bahkan hari ini…aku menembak matanya juga sebuah kebohongan.”
Hakim Seo: “Aku tahu. Kenyataan bahwa Do-yeon berbohong. Tapi karena itu, aku tahu kau seorang kriminal.”

Hye-sung: “Ahjussi. Itu…”
Hakim Seo: “Kau tahu…hanya karena itu aku tidak berpikir bahwa itu sebuah kebohongan. Apa yang Do-yeon lalukan, dan apa yang kau lakukan di pengadilan.”

Hye-sung: “Jika bukan kebohongan lalu apa?”
Hakim Kim: “Tembakan kosong. Tembakan kosong yang akan menangkap penjahat.”

Hye-sung menangis di taman.
Flashback end..



Hye-sung: “Aku merasa diperlakukan tidak adil. Untuk memenangkan sebuah keadilan, untuk membuktikan bahwa aku benar. Aku membahayakan hidupku untuk hal itu. Aku tidak mendapat keuntungan apapun. Hanya, musuh yang bertambah ke dalam hidupku.”



Do-yeon yang juga mendengarkan Hye-sung kemudian ditanya.
Hye-sung: “Apa yang kau pikirkan? Itu cukup disayangkan bukan?”
Do-yeon: “Penyesalan? Aku penasaran jika penyesalanmu sebanyak yang aku lakukan.”

Pengacara Shin dan Hakim Kim langsung menoleh ke Do-yeon.
Do-yeon menepuk-nepuk dadanya, “Aku juga menyesalinya. Untuk 11 tahun, bahwa aku tidak bisa membuka pintu itu dan masuk ke dalam.”


Hakim Kim: “Kau gadis itu?!”



Do-yeon: “Apa kau tahu mengapa aku sangat membencimu?”

Flashback saat Hye-sung masuk ruangan sidang dan Do-yeon hanya melihatnya kemudian lari.

Do-yeon: “Dalam hidupku, kau adalah seseorang yang menjadi saksi kejadian yang sangat memalukan dalam hidupku. Karena setiap kali aku melihatmu, kenangan yang menjijikan itu datang kembali.

Flashback..
Do-yeon sedang di halte bis, dia melihat ayahnya ada di mobil di sebrang jalan. Dia tersenyum dan akan menghampiri ayahnya. Namun, ayahnya menutup kaca jendelanya, seolah tidak mengenal dirinya. Do-yeon tertunduk, dan terlihat sedih.
Flashback end..




Do-yeon: “Pada saat itu, apa kau tahu berapa banyak aku menyesalinya? Aku seharusnya masuk dan berdiri sebagai saksi. Kejadian itu, bahkan sekarang, aku menyesalinya.”

Do-yeon: “Aku ingin membela diriku sendiri atas kejadian itu. Dengan segala cara. Sejak hari itu, aku keluar dari kelas kesenian dan berhenti berhubungan dengan teman-temanku. Aku belajar sangat keras dan menjadi seorang jaksa. Aku ingin menunjukkan pada mu dan ayahku. Apa yang aku lakukan saat itu adalah sebuah kesalahan, itu bukan aku yang sebenarnya. Seperti itu, aku….untuk 11 tahun, itulah bagaimana aku membela diriku sendiri. Apa kau tahu? 11 tahun!”

Do-yeon berkaca-kaca, dia menahan tangisnya.


Do-yeon lalu permisi pulang, walaupun sudah dicegah, dia tetap pergi dengan keadaan mabuk itu. Kemudian Hye-sung juga permisi pulang.




Pengacara Shin lalu teringat saat Hye-sung berdebat dengan Do-yeon setelah persidangan pertamanya.

Pengacara Shin: “Ini sebuah persahabatan yang menarik. Antara Do-yeon dan Hye-sung.”
Hakim 1: “Aku setuju. Aku tidak tahu ternyata ada cerita seperti itu.”
Hakim 2: “Untuk bertemu lagi sebagai Jaksa dan Pengacara.”
Hakim Kim: “Mereka mempunyai kebetulan yang sangat mengagumkan. Apa kau setuju?”
Pengacara Shin: “Well. Orang mengatakan baha kebetulan itu adalah kekuasaan Tuhan.”




Sambil Pengacara Shin bercerita, diperlihatkan Dal-joong yang di rawat di Rumah Sakit, bertemu dengan istrinya yang sepertinya menjadi cleaning service. Tangan istrinya yang kiri, memang sudah tidak ada. Mereka berdua sama-sama sangat terkejut. Si istri menjatuhkan vas bung yang di pegangnya sampai pecah.

Pengacara Shin: “Jika Tuhan membantu dua orang untuk bertemu kembali, pasti ada alasan untuk dua orang itu harus bertemu kembali.”
***


Soo-ha menambah note ingatannya.
“Bersama Pengacara Jang di aquarium, sebuah boneka beruang, bersama Min Joon-guk di tempat pemancingan, kemampuan bela diri, kehilangan ingatan.”

Soo-ha lalu mengingat perkataan Kwan-woo.
“Sekarang, kau hanya seorang siswa SMA, dan mungkin pelaku pembunuhan, tanpa ingatan dan tanpa masa depan. Dan itulah mengapa Pengacara Jang menjagamu. Jangan salah paham dengan mengira ada hal lain.”



Soo-ha pergi ke teras rumah untuk menghirup udara segar. Dia heran melihat ada sepatu dan baju Hye-sung. Dan kemudian melihat Hye-sung tertidur di dipan depan rumah. Soo-ha tersenyum.





Soo-ha berjongkok dan menatap wajah Hye-sung, dia teringat perkataan Kwan-woo yang menuduhnya membebani Hye-sung.
Kemudian dia membelai kepalanya. Tiba-tiba Hye-sung mengingau dan menarik tangan Soo-ha ke kepalanya.



Soo-ha menggendong Hye-sung ke kamarnya. Soo-ha melihat bekas luka di perut Hye-sung, dia penasaran luka itu karena apa. Lalu dia menyelimuti Hye-sung.
***




Soo-ha menyiapkan banyak makanan untuk sarapan, dia juga menyiapkan mangkuk nasi untuk Hye-sung.
Hye-sung keluar dari kamarnya.
Soo-ha: “Kau terlihat minum banyak sekali tadi malam, apa kau baik-baik saja?”
Hye-sung: “Ya, aku baik-baik saja.”
Soo-ha: “Bisakah kau berhenti minum alkohol? Kau terlihat lemah dengan alkohol.”
Hye-sung masih berbicara tanpa menatap Soo-ha, dia membereskan berkas yang akan di bawa ke kantor.



Hye-sung: “Aku populer memiliki kabiasaan yang bersih setelah minum. Aku pulang ke rumah dengan baik tanpa menimbulkan masalah apapun. Tidak ada urusannya denganmu.”
Soo-ha: “Apa kau akan pergi tanpa sarapan lagi? Aku membuat sup penghilang mabuk dengan taoge.”
Hye-sung: “Ya, aku harus pergi lebih cepat untuk konsultasi.”
Soo-ha: “Kau tidak sedang menghindariku, kan?”
Hye-sung: “Bukan seperti itu.”



Hye-sung pun keluar rumah. Soo-ha tampak berpikir dan kemudian menyusul Hye-sung. Soo-ha mencegak Hye-sung di tangga.
Hye-sung: “Apa yang kau lakukan?”
Soo-ha: “Aku punya pertanyaan.”
Hye-sung: “Apa itu?”
Soo-ha: “Ada sebuah bekas luka di sekitar pinggangmu, apa itu?”



“Dia akan terluka, jika di mengetahui bagaimana aku mendapatkannya.” Kata Hye-sung dalam hati.

Hye-sung: “Kapan kau melihatnya? Itu luka dari operasi usus buntu.”
Soo-ha: “Operasi usus buntu?”
Hye-sung: “Ya, operasi usus buntu.”

Hye-sung akan pergi lagi, tapi masih dihadang Soo-ha.

Soo-ha: “Satu hal lagi. Dengan alasan apapun, aku akan mendaptkan keputusan tidak bersalah dari persidangan kedua.  Jika aku dinyatakan tidak bersalah, aku akan masuk ke universitar, mendapatkan teman dan pekerjaan paruh waktu, aku akan membuatmu tidak khawatir dan membebanimu. Aku akan bekerja keras.”

Hye-sung: “Benarkah? Itu sangat bagus didengar.”
Soo-ha: “Aku tidak akan mengeluh atau bertingkah seperti orang dewasa dan tidak akan mengganggu.”
Hye-sung: “Itu juga bagus didengar.”
Soo-ha: “Jadi, jangan menghindariku. Jangan pulang larut malam atau melewatkan makan untuk menghindariku. Dan juga, jangan membenciku.”

(Sweet banget, Soo-ha tidak mau membebani Hye-sung. Tapi dia salah mengira, Hye-sung menghindarinya bukan karena itu..)


Hye-sung pun pergi tanpa mengatakan apapun. Dari jalan, dia menoleh ke atap rumahnya, melihat Soo-ha. Dan di sana Soo-ha juga melihat Hye-sung dengan tersenyum. Hye-sung sepertinya memikirkan perkataan Soo-ha. Dan Soo-ha menghela nafas lega karena dia sudah menyampaikan perasaannya.
***


Hye-sung sedang menunggu lift. Dia melihat tas seseorang yang disampingnya sama persis dengan tas yang dipakainya. Dia kaget saat tahu seseorang itu adalah Do-yeon.



Hye-sung mengingat saat semalam dia mabuk dan mengatakan tentang kesaksiannya di persidangan, kemudian mengutuk dirinya sendiri. Do-yeon juga mengingat saat semalam dia mengakui bahwa dia juga menyesal, kemudian Do-yeon juga mengutuk dirinya sendiri.


Mereka berdua masuk ke dalam lift dengan wajah ditekuk.
Hye-sung: “Apa kau mengingat saat mabuk?”
Do-yeon: “Tidak, tidak sama sekali. Bagaimana denganmu?”
Hye-sung: “Aku juga tidak mengingatnya. Tidak sama sekali.”
***



Bibi Moon Suk-nam membaca surat panggilan dari kejaksaan.
Suk-nam: “Pada akhirnya, jaksa itu memanggilku sebagai saksi. Aigo…dia sungguh sangat keras kepala.”

Bibi Suk-nam kemudian melipat suratnya dan berkata pada seseorang yang kita sudah tahu siapa dia.
Suk-nam: “Jangan khawatir. Saat aku pergi aku tidak akan pernah mengatakan apapun tentang dirimu.”
Joon-guk menuangkan minuman: “Kapan mereka menyuruhmu datang?”
Suk-nam: “Besok. Aih, aku akan kehilangan satu hari untuk berbisnis.”

Bibi Suk-nam memberikan seplastik buah peach untuk dibawa Joon-guk. Joon-guk mengucapkan terima kasih.



Dan hal itu mengingatkannya pada Ibu Hye-sung saat dia memberikannya makanan di hari ulang tahunnya. Dia juga mengingat perkataan  Ibu Hye-sung saat akan dibunuh.

“Aku tidak takut. Kau hanya tidak berharga dan aku kasihan padamu. Kau hidup bertahun-tahun dengan membenci seseorang. Kau pasti hidup seperti di neraka.”



Joon-guk sekilas tampak sedih dan menyesal.
Suk-nam: “Apa yang kau pikirkan?”
Joon-guk: “Hanya…apa yang harus aku lakukan sekarang. Haruskah aku berhenti di sini atau melanjutkannya sampai akhir.”
Suk-nam: “Apa? Apa kau sedang dalam perjalanan?”
Joon-guk: “Perjalanan? Ya, aku sedang dalam perjalanan. Tapi, di sini tidak buruk. Aku berpikir haruskah aku berhenti dan menetap di sini.”



Suk-nam: “Tapi jika ini sebuah perjalanan bukankah seharusnya kau melanjutkannya?”
Joon-guk: “Benarkah? Kau juga berpikir seperti itu?”
Suk-nam: “Ya. Kau harus melihat akhirnya untuk bisa disebut sebuah perjalanan.”
Joon-guk: “Kau benar. Aku harus melihat akhirnya. Aku juga memikirkan hal yang sama.”
***


Kwan-woo mencari alamat rumah kakek Kim Ji-ho, kakek yang menyembunyikan Soo-ha. Kwan-woo menemukannya dan melihat ada truk berwarna putih yang ciri-cirinya sesuai. Lalu Kwan-woo yang penasaran menggores cat truk itu dan menemukan bahwa warna asli mobil itu adalah biru. Lalu ada yang menegurnya.

Ji-ho: “Siapa disana?”
Kwan-woo memberi salam: “Hallo kakek. Aku datang kemari untuk mengajukan beberapa pertanyaan.”


Kwan-woo dan kakek Ji-hoo duduk di dipan di bawah pohon.
Kwan-woo meminum minuman yang disajikan kakek.
Ji-ho: “Apa yang ingin kau tanyakan?”

Kwan-woo: “Kau tahu siapa Park Soo-ha, kan? Tidak, akankah kau mengetahuinya jika aku menyebutnya Lee Soon-wook?”
Ji-ho: “Mengapa kau seperti ini lagi? Terakhir kali di pengadilan polisi dan jaksa datang dan menyelidiku.”
Kwan-woo: “Ini karena aku menemukan informasi yang belum belum terungkap sebelumnya.”



Kakek Ji-ho agak terkejut, “Apa itu?”
Kwan-woo: “Kakek, setahun yang lalu apakah kau menabrak Park Soo-ha..maksudku Lee Soon-wook?”

Ji-ho: “Siapa yang mengatakannya? Apakah Soo-wook mengatakannya? Apakah dia mengingatnya?”
Kwan-woo: “Ya, dia mengingatnya. Itulah mengapa kau harus mengatakan kebenarannya. Mengapa kau menyembunyikannya setelah kecelakaan? Aku bahkan mendengar kau melaporkan pada polisi bahwa kau menabrak sesuatu, bukan seseorang.”

Ji-ho: “Sejujurnya, aku akan pergi untuk melaporkannya dan bertanggung jawab. Itu benar. Tapi, orang itu mengatakan padaku untuk tidak melakukannya. Karena anak itu tidak memiliki ingatan maka dia mnyuruhku menyembunyikannya.”
Kwan-woo: “Orang itu? siapa?”
***



Do-yeon medapat telpon dati Ketua Yang.
Ketua Yang: “Jaksa, terjadi sesuatu. Pemilik toko buah, Moon Suk-nam yang dipanggi untuk menjadi saksi, meninggal dalam sebuah kecelakaan kemarin malam.”
Do-yeon: “Apa?!”


Do-yeon mendatangi tempat kejadian yang sudah penuh oleh polisi yang melakukan penyelidikan.
Do-yeon: “Apa yang terjadi?”
Ketua Yang: “Ini DUI (Driving Under Influence). Saat datang dari arah sana dia berjatuh dari jembatan dan kemungkinan mengalami patah tulang leher. ”  

Do-yeon: “Sebuah DUI?”
Ketua Yang: “Ya, level alkoholnya adalah 0.1%. dia mabuk.”



Do-yeon: “Apa kau mencek CCTV itu?”
Ketua Yang: “Ya, tapi itu rusak. Dan itu juga tepat 1 jam sebelum kecelakaan."
 
Do-yeon: “Tepat setelah mendapat surat panggilan untuk menjadi saksi dalam kasus Min Joon-guk dia meninggal karena kecelakaan DUI. Dan juga, CCTV rusak tepat sebelum kecelakaan. Apakah ini semua kebetulan?
Ketua Yang: “Tentu saja bukan, tidak pernah.”

Do-yeon: “Mulai sekarang, kita nyatakan bahwa Min Joon-guk masih hidup. Masukan Min Joon-guk dalam daftar pencarian orang.”
Ketua Yang: “Baik.”
***









Soo-ha sedang memakai bajunya. Dan melihat bekas luka di pundaknya yang dia pikir mirip dengan punyaHye-sung. Kemudian dia mendapat kilasan ingatan saat Joon-guk menikam pundaknya dan saat dia menusuk perut Hye-sung.

Seakan tidak percaya, Soo-ha terduduk dengan sangat terkejut.
“Apa ini? Itu tidak mungkin, mengapa aku………”
Soo-ha mengingat perkataan Hye-sung waktu itu.

“Kau bodoh. Aku sudah mengatakannya padamu, kan? Saat kau membunuhnya, kau bukan lagi korban tapi pembunuh.”

“Jangan katakan pada siapapun. Jangan pernah. Kau tidak menusuk ku. Jika kau mengatakannya pada orang lain, kau…aku tidak akan pernah menemuimu lagi.”



Soo-ha melihat note-note kilasan ingatannya, dan dengan cepat semua kenangannya kembali. Kenangan bersama ayahnya, pamannya, dan kenangannya bersama Hye-sung. Semuanya. Juga ingatan bersama Min Joon-guk.



Soo-ha keluar rumah dan berlari. Terus berlari sepanjang jalan. Kepalanya terasa sakit.

Joon-guk: “Seperti aku membunuh ayahmu, ayahmu membunuh istriku.”

Soo-ha: “Tidak, itu tidak benar.”

Soo-ha: “Tidak, itu tidak benar.”



Flashback saat Soo-ha dan Joon-guk di pemancingan.
Joon-guk: “Kau, kau pikir ayahmu adalah orang yang baik?”
Soo-ha: “Diam! Kau berbohong!
Joon-guk: “Kau tahu aku tidak berbohong.”

Soo-ha: “Hentikan, kumohon.”
Joon-guk matanya berkaca-kaca: “Ayahmu, dengan kelicikan lidahnya, membunuh istriku. Orang yang memulai semua ini…bukan aku, tapi ayahmu!”

Soo-ha mencekik leher Joon-guk, “Diam! Diam!”
Joon-guk menggenggamkan pisau ke tangan Soo-ha, “Sekarang, kau ingin membunuhku bukan? Bunuh aku, ayo coba bunuh aku. Sekarang, apa bedanya antara kau dan aku 11 tahun yang lalu.”

Soo-ha mengangkap pisaunya hendak menikam Joon-guk. Tapi kemudian dia mengingat janjinya pada Hye-sung saat di rumah sakit.
Soo-ha melepaskan cengkraman tangannya pada Joon-guk dan menjatuhkan pisaunya.
“Tidak, aku berbeda. Aku tidak akan hidup seperti seekor binatang sepertimu. Tidak akan pernah.”


Soo-ha berlari meninggalkan Joon-guk sendirian yang berterik-teriak memanggilnya. Soo-ha terus berlari.
Dan sekarang Soo-ha juga terus berlari sambil memagang kepalanya.
“Ayah, tolong katakan bahwa itu tidak benar. Ayah.. ayah..”




Soo-ha hampir tertabrak motor, dan dalam ingatannya dia tertabrak mobil.



Pengendara motor itu marah-marah karena Soo-ha tiba-tiba muncul di depannya.
Tapi, Soo-ha mendengar suara hatinya si pengendara itu, “Jika aku tetap disini aku akan berada dalam ketidakberuntungan. Aku harus pergi secepatnya.”

Si pengendara berlalu pergi setelah memarahi Soo-ha sekali lagi.



Lalu, Soo-ha mendengar suara-suara dari dalam pikiran orang-orang di sekitar yang berkerumun karena kejadian tadi.

“Ada apa ini, aku pikir yang salah adalah pengendara motor itu.”
“Ini trotoar. Mengapa dia marah saat dia yang bersalah.”
“haruskah aku menelpon polisi?”
“Dia tampan.”
“Mengapa orang-orang berkumpul disini.”



Soo-ha memegangi kepalanya, dan keluar darah dari hidungnya. Lalu jatuh terbaring. Orang-orang semakin berkerumun ke arahnya.
***



Kwan-woo berlari menuju kantor pembela umum.
Kwan-woo: “Pengacara Jjang! Min Joon-guk masih hidup.”
Hye-sung: “Ya, aku sudah mendengarnya.”

Kwan-woo sedikit bingung Hye-sung menanggapinya biasa saja. Lalu dia melihat ada Do-yeon di sana.
Kwan-woo: “Mengapa kau ada di sini Jaksa Seo?”


Do-yeon menjawab tanpa menatap Kwan-woo: “Aku menyadarinya juga. Bahwa Min  Joon-guk masih hidup.”


Pengacara Shin pada Kwan-woo, “Bagaimana kau mengetahuinya?”
Kwan-woo: “Dari kakek yang menjaga Park Soo-ha. Setahun yang lalu dia mengemudi saat mabuk dan menabrak Park Soo-ha dengan truknya.”
Yoo-chang: “Jadi itulah mengapa dia menahannya? Untuk menyembunyikan kecelakaan DUI?”

Kwan-woo: “Sebenarnya dia dia hendak menyerahkan diri, namum ada seseorang yang menghentikannya. Karena Soo-ha kehilangan ingatannya, dan menjaganya sebagai rahasia.”
Pengacara Shin: “Mungkinkah….”
Kwan-woo: “Itu Min Joon-guk, karena dia kehilangan tangan kirinya.”

Yoo-chang: “Jadi ini semua benar-benar perbuatan Min Joon-guk?”
Kwan-woo mengangguk.

Pengacara Shin pada Do-yeon: “Dimana Min Joon-guk sekarang?”
Do-yeon: “Kami belum mengetahuinya. Kami baru saja melaporkan bahwa dia masih hidup dan memasukannya ke dalam daftar pencarian orang.”



Do-yeon pada Hye-sung: “Aku mengatakan pada polisi di area itu untuk memperhatikan dengan hati-hati jika ada Min Joon-guk. Aku juga mencari program perlindungan, jadi jangan takut.”

Hye-sung yang sedari tadi tampak sedang berpikir akhirnya berbicara, “Bagaimana dengan Soo-ha? Apa yang akan terjadi padanya sekarang?”
Do-yeon: “Apa?”
Hye-sung: “Min Joon-guk masih hidup, bukankan seharusnya kau menarik tuntutan banding terhadap Soo-ha, kan?”
Do-yeon: “Hey, apakah ini lebih penting daripada fakta bahwa Min Joon-uk masih hidup?”

Hye-sung: “Ya, ini lebih penting. Kau tidak akan menuntutnya kan? Kau akan membatalkannya, kan?”
Do-yeon menghela nafas, “Ya, aku tidak akan menuntutnya.”
Hye-sung lega, “Terima kasih.”

Hye-sung kemudian pemit pergi sebentar. Kwan-woo menahannya.
Kwan-woo: “Kau mau kemana?”
Hye-sung: “Aku akan memberitahu Soo-ha.”
Kwan-woo diam, tak bisa berkata apa-apa lagi.
***


Soo-ha duduk di depan gedung pengacara, membersihkan darah dari hidungnya. Dia mengingat perkataan Min Joon-guk yang mengatakn bahwa yang memulai semuanya adalah ayahnya.

Soo-ha berbicara pada dirinya sendiri, “Itu…adalah ingatan yang ingin aku hapus. Ini tidak bisa dihapus hanya karena aku menginginkannya.”



Soo-ha melihat Hye-sung keluar dari gedung, “Apa yang harus ku lakukan dengan mu? Jika kau mengetahui kebenarannya, kau pasti akan marah padaku lebih dari sebelumnya. Jika kau menhetahui bahwa Min Joon-guk masih hidup, bagaimana ketakutannya dirimu?”

Soo-ha kemudian membaca pikiran Hye-sung yang sedang tersenyum, “Min Joon-guk masih hidup, Soo-ha tidak membunuhnya. Aku tahu Soo-ha pasti menjaga janjinya.”

Soo-ha terkejut Hye-sung tidak ketakutan seperti yang dia perkirakan. Ponselnya berdering. Soo-ha menjawabnya, dan ternyata dari Hye-sung.



Hye-sung: “Hey! Dimana kau sekarang? Apakah kau berada di rumah?”
Soo-ha: “Tidak, aku pergi keluar sebentar.”

Hye-sung: “Jaksa Seo dan Pengacara Cha, keduanya menemukan bahwa Min Joon-guk masih hidup.”
Soo-ha: “Ya.”
Hye-sung: “Ada apa denganmu? Aku bilang Min Joon-guk masih hidup! Kau benar-benar tidak bersalah sekarang, kau tidak perlu menghadiri persidangan lagi.”

Soo-ha berjalan perlahan mendekati Hye-sung, “Jika Min Joon-guk masih hidup, itu berarti kau dalam bahaya, benarkan?”
Hye-sung: “Kau bodoh, itu urusanku. Seo Do-yeon mengatakan sendiri dia tidak akan menuntutmu lagi. Jadi, kau tidak lagi menjadi terdakwa---”






Soo-ha memeluk Hye-sung dari belakang. Hye-sung kaget dan berusaha melepaskan diri.
Soo-ha: “Di mataku, kau yang bodoh. Hidupmu sekarang dalam bahaya lagi. Bagaimana aku tidak bisa merasa bersalah?”
 
Soo-ha menangis di pundak Hye-sung.




Hye-sung mengelus kepala Soo-ha, menenangkannya.
Hye-sung: “Terima kasih, telah menjaga janjimu.”

(I’m crying……)




Komentar:
Soo-ha ternyata kehilangan ingatan bukan karena tertabrak mobil, tapi karena dia menginginkannya. Dia tidak ingin mengingat bahwa semua ini terjadi berawal dari ayahnya (menurut Min Joon-guk), dia merasa bersalah pada Hye-sung.

Hye-sung benar-benar menyukai Soo-ha, saat mengetahui Joon-guk masih hidup. Dia tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri, tapi lebih mengkhawatirkan Soo-ha.

Soo-ha yang mengira Hye-sung akan ketakutan pun ternyata salah, Hye-sung malah senang karena Soo-ha sudah benar-benar bebas. Dan itu membuat Soo-ha semakin merasa bersalah.

Joon-guk, sesaat aku terkecoh olehnya, aku pikir dia memang merasa bersalah dan akan berhenti seperti apa yang dia katakan pada bibi Suk-nam. Tapi ternyata, malam itu dia memang sudah berencana akan membunuh bibi Suk-nam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar