Rabu, 09 Oktober 2013

I HEAR YOUR VOICE Episode 7 - 1

Hye-sung dengan lari pagi sambil menelpon ibunya. Dia merasa ada yang mengikutinya dan menoleh ke belakang, tapi tidak ada siapa-siapa. Dia pun melanjutkan berjalan. Kemudian berjongkok untuk mengikat tali sepatu di jembatan.




Tiba-tiba ada seorang pria berlari ke arahnya dari belakang, mengangkat dan menjatuhkannya ke sungai. Ponselnya terjatuh.
Hye-sung berteriak meminta tolong pada ibunya. Ibu pun berteriak memanggil Hye-sung dari sebrang telpon. Terus begitu sampai ada seorang pria lagi yang menceburkan diri ke sungai dan mengangkat Hye-sung yang sudah tenggelam.
                                
“HYE-SUNG!” Ibu terbangun dari mimpinya. “Mimpi macam apa itu? Mengapa aku bermimpi seperti itu?” Ibu terlihat masih syok.


Episode 7
Why an Unhappy Premonition is Never Wrong


Hye-sung berjalan dengan Soo-ha menuju halte bis. Hye-sung menceritakan tentang mimpi ibunya, dan mengatakan bahwa mimpi ibunya tidak pernah salah.
Soo-ha: “Apa kau selalu percaya takhayul?”
Hye-sung: “Tidak juga. Yang paling aku benci adalah yang memperkirakan keberuntungan. Tapi, ada alasan kenapa aku percaya mimpi ibuku.”



Hye-sung berhenti berjalan dan meminta Soo-ha membawakan berkas-berkasnya. Tapi Soo-ha tidak mau, tasnya saja sudah berat.

Soo-ha: “Lalu seberapa akurat mimpi ibumu?”
Hye-sung: “Di mimpi ibu, aku mengeluarkan banyak darah dari hidung sampai memenuhi bak mandi. Ibu bilang jika mengeluarkan darah dalam mimpi berarti keberuntungan yang besar. Ibu bermimpi kehilangan gigi depannya, lalu nenekku meninggal dunia. Dan mimpi aku membeli babi ibuku untuk 10 dolar. Lalu aku diterima bekerja menjadi pembela umum.”
Soo-ha: “Itu hanya kejadian tidak disengaja.”



Soo-ha kemudian membaca pikiran Hye-sung:
“Akankah mimpi ini menjadi kemalangan bagi seseorang? Aku? Atau ibu?”

Bus Hye-sung datang, dia pun pamit pada Soo-ha. Di atas bis tiba-tiba ada Soo-ha yang mengambil berkas-berkas Hye-sung dan membawakannya. Hye-sug heran mengapa Soo-ha mengikutinya. Soo-ha bilang akan mengantar Hye-sung ke kantor.


Hye-sung: “Apa mungkin, karena mimpi ibuku? Karena kau khawatir padaku?”
Soo-ha: “Tadi kau memintaku membawakan berkasmu. Tidak mau? Haruskah aku turun sekarang?”
Hye-sung: “Bukan seperti itu, nanti kau terlambat masuk sekolah.”

Soo-ha: “Minggu ini ujian, jadi aku bisa sedikit terlambat.”  (masuknya lebih siang mungkin ya. Masa lagi ujian telat…)
Hye-sung: “Kau tidak harus membayar hutang.”
Soo-ha: “Apa yang kau bicarakan?”
Hye-sung: “Kau tinggal disisiku untuk membayar hutangmu. Itu tidak benar? Seong-bin memberitahuku saat dia mengecat kuku ku, bahwa kau merasa harus membayarku untuk kejadian itu.”  (membayar hutang budi maksudnya-red)

Soo-ha: “Gadis itu berbicara omong kosong.”
Hye-sung: “Kau tidak berhutang apapun padaku, jadi jangan membayar apapun. Jika itu bukan kau, aku mungkin akan tetap memberikan kesaksian pada kasus itu. aku tidak melakukannya agar kau berhutang padaku.”

Soo-ha: “Aku bersamamu bukan untuk membayar apapun.”
Hye-sung: “Lalu untuk apa?”
Soo-ha tidak bisa menjawab. Dia mengalihkan perhatian Hye-sung dengan memberitahu ada kursi kosong di belakang. Maka Hye-sung pun duduk.
*** 
Kwan-woo menaggil Hye-sung di depan kantor, masih ada Soo-ha disana. Kwan-woo mengatakan dia datang lebih awal karena banyak kasus hari ini. Hye-sung mengomentari gaya Kwan-woo hari ini yang terlihat lebih baik.


Kwan-woo: “Ya, aku merubahnya sedikit. Untuk pertama kalinya sejak aku dilahirkan, aku pergi ke salon, memakai kontak lensa, dan lihat, aku tidak menggunakan kaos kaki putih hari ini.”  Kata Kwan-woo berseri-seri.”
Hye-sung: “Itu bukan hal yang bisa dibanggakan. Itu biasa saja.”
Kwan-woo: “Benarkah..”


Kwan-woo baru sadar ada Soo-ha disana.
Kwan-woo: “Oh, Park Soo-ha. Kita bertemu sebelumnya kan?”
Kwan-woo ke Hye-sung: “Diakah ‘seseorang yang kau tahu’ yang kau maksud kemarin? Yang membuat masalah?”


Soo-ha cemberut..
Hye-sung: “Oh, iya.. Bagaimana jika dia salah paham dengan situasi ini? Aku selalu memiliki rasa tanggung jawab yang kuat, jadi aku memutuskan untuk menjaganya.
Soo-ha hendak protes dengan kata-kata Hye-sung…
Kwan-woo: “Aahh. Hey, karena kau kencan kami jadi tertunda kemarin. Mulai sekarang jangan menyebabkan masalah, dan santai saja…..” Kwan-woo akan memukul atau mungkin menepuk pundak Soo-ha tapi langsung di tahan Soo-ha.

Soo-ha menyerahkan berkas ditangannya pada Hye-sung dengan kasar lalu pamit pergi.
Pergi? Tidak, dia masih memperhatikan Hye-sung dan Kwan-woo dari belakang.



Kwan-woo membawakan berkas Hye-sung dan memberikan coklat yang kemarin gagal dia berikan. Hye-sung memakannya, dia juga akan menyuapi Kwan-woo. Tapi…Kwan-woo menjulurkan tangannya untuk membersihkan coklat yang menempel di tepi bibir Hye-sung. Soo-ha melihatnya!



Kwan-woo: “Penampilan kita hari ini cocok. Seperti pasangan.”
Hye-sung tersenyum dan menyuapkan coklatnya ke Kwan-woo.

Soo-ha jelas banget dia kesal, cemburu, dan dia mengatakan dia harus mengenankan baju selain seragam.
Soo-ha menendang kaleng kosong, dan mengenai orang lain.

*** 
Di kantor.
Yoo-chang: “Pengacara Jang, kau tahu kan sekarang ada pertemuan dengan kakek Lee Dae-sung?” Yoo-chang memberikan botol air mineral. “Kau pasti butuh ini.”
Hye-sung: “Kenapa butuh air? Apa kau mengenalnya?”

Yoo-chang: “Tentu saja. Waktu itu, Pengacara Shin yang menanganinya dan setelah kasusnya selesai, dia masuk rumah sakit untuk beberapa lama.”
Hye-sung: “Kenapa?”
Kwan-woo nyambung: “Apa terdakwa ini seorang gangster? Atau pecandu obat?”

Hye-sung melihat berkasnya, “Oh…hanya pencuri tetap. Dan pencuri koran gratis.”
Kwan-woo: “Koran gratis? Koran yang kita dapatkan gratis di jalan?”
Hye-sung: “Ya.. dia mengumpulkan sampah kertas untuk hidup, tapi karena penghasilannya terlalu sedikit, dia mencuri 300 salinan koran bekas.”

Yoo-chang: “Tapi, mencuri itu membuatmu menjadi seorang penjahat? Itu kan gratis.”
Pengacara Shin: “Walaupun gratis, perusahaan koran mengeluarkan uang untuk menerbitkannya. Mereka membiarkan semua orang mengambil dan membacanya. Karena dia mengambil semuanya, itu pencurian.”

Ada seorang pria tua masuk ke dalam kantor.
“Aku Lee Dae-sung, yang mana Pengacara Jang Hye-sung?”

Hye-sung lalu mengangkat tangan dan meminta kakek Dae-sung untuk masuk.

Pengacara Shin mengajak Kwan-woo dan Yoo-chang untuk membeli kopi, karena sebentar lagi di tempat mereka akan sangat berisik.

Hye-sung mewawancara kakek Dae-sung.
Hye-sung: “Ini pencurianmu yang ke 16 kali. Kau bahkan pernah dipenjara karena pencurian tetap. Kau dibebaskan tahun kemarin, tapi kenapa melakukannya lagi? Kau mungkin bisa di penjara lagi.”
Kakek Dae-sung yang daritadi diam saja mendengarkan pun kemudian menjawab, “Aku tidak bisa mendengarmu.”



Hye-sung mengulangi perkataannya dengan lebih kencang, “Kau dapat mendapatkna…”
Kakek Dae-sung: “Aku tidak bisa mendengarmu.”
Hye-sung lagi-agi berteriak dengan lebih kencang. “Kau bisa dipenjara….”
Kakek Dae-sung: “aku bisa dipenjara hanya karena mencuri koran gratis?”
Hye-sung mencoba menjelaskan lagi, dan tidak juga bisa didengar. Hye-sung meminu airnya, dia mengerti sekarang kenapa Yoo-chang memintanya memnawa air mineral.

Hye-sung dan kakek Dae-sung berbicara dengan sambil berteriak. Kakek Dae-sung marah saat Hye-sung bilang akan menelpon anaknya.
***


Hye-sung mengambil air mineral di kulkas dan akan meminumnya begitu saja. Soo-ha mencegahnya dan menuangkan airnya ke gelas.


Soo-ha: “Jadi, kau menelpon anaknya?”
Hye-sung: “Tidak, belum. Akan kulakukan besok di kantor.”
Soo-ha: “Jika si kakek tahu, dia tidak akan tinggal diam.”
Hye-sung: “Aku tidak peduli. Aku tidak mau berbicara dengan kakek itu lagi. Jika aku melakukannya, tenggorokanku akan terasa sakit.”


Hye-sung menopang dagu di meja.

Soo-ha tersenyum, “karena tenggorokanmu sakit, daripada mengucapkannya, berbicaralah dengan memikirkannya.”
Hye-sung tersenyum, “Ya. Itu juga bisa kan? Bagus sekali.”



Lalu Soo-ha dan Hye-sung mengobrol dengan cara yang lain. Soo-ha mengucapkan kata-kata, Hye-sung hanya memikirkannya.

Soo-ha: “Jadi apa yang terjadi dengan mimpi ibumu?”
Hye-sung: “Mimpi itu menjadi kenyataan lagi. Aku terjebak dengan terdakwa yang mengganggu seperti dia.”
Soo-ha: “Lalu, ini tidak begitu buruk dibandingakn dengan mimpi ibumu kan?”
Hye-sung: “Tidak begitu buruk? Itu hanya permulaan. Aku penasaran sebesar apa keributan yang akan ditimbulkannya di persidangan. Sangat mengganggu. Setiap saat dia bilang ‘pembela umum, pembela umum’.




Soo-ha: “Kenapa dengan pembela umum?”
Hye-sung: “Dia mengatakan aku tidak tulus dan tidak berkompeten karena aku seorang pembela umum. Dia mengatakan aku tidak akan bisa menikah karena aku pembela umum!”
Soo-ha tersenyum: “Apa?”
Hye-sung juga tersenyum. Dan obrolan mereka berlanjut seperti itu..

*** 

Ibu menyipkan banyak makanan yang akan dikirimkan pada Hye-sung. Teman ibu mengolok apakah ibu akan tetap mengirimi makanan walaupun Hye-sung sudah menikah. Tentu saja, kata ibu. Bahkan ibu akan melipat gandakan kirimannya.

Ahjumma: “Apakah Hye-sung sedang berpacaran?”
Ibu: “Dia akan segera berumur 30 tahun. Well, ada seseorang yang menanyakannya.”
Ahjussi: “Siapa?”
Ibu: “Pengacara Cha.”
Ahjumma: “Harapanmu terlalu tinggi Ibunya Hye-sung. Aigo, kau harus bekerja keras agar mereka bisa bersama.”
Ibu: “Aku merasa mereka memiliki nasib yang berkaitan, seperti magnet. Itu bagus.”


Ibu tertawa-tawa, dan tanpa disadari Joon-guk mendengarkan perbincangan itu.

Joon-guk baru datang dan mengembalikan tempat makanan yang kemarin ibu berikan. Joon-guk mengatakan ia memakan semuanya. Ibu menawarkan Joon-guk untuk meminta pada ibu jika menginginkannya lagi. Joon-guk berterima kasih, kemudian keluar restoran lagi untuk menempelkan poster.

Di luar Joon-guk menerima sms, yang isinya: “Jika kau butuh pacar, klik link di bawah ini.”
Joon-guk mengabaikannya, karena sudah banyak sekali sms spam hari itu.

Benarkah itu spam? Ternyata bukan. Sms itu sengaja dikirimkan oleh si pelacak nomor yang didatangi Soo-ha waktu itu.

Ahjussi Pelacak kesal karena Joon-guk tidak juga terjatuh dalam perangkap sms itu.
“Sms macam apalagi yang akan membuatnya terjebak?”
***

Soo-ha mengantar Hye-sung dan membawakan berkas-berkasnya. Kali ini dia tidak memakai baju seragam. HA. (kemarin kan dia udah niat..)

Hye-sung: “Kau tidak menggunakan seragam sekoahmu?”
Soo-ha: “Um..itu…ini hari casual.”
Hye-sung: “Apakah ada hari semacam itu?”
Soo-ha: “Ya..” ada berkas yang terjatuh. “Aish, jangan membawa berkas sebanyak ini ke rumah. Kau bahkan tidak membacanya dan tidur. Jadi, bagaimana dengan ini?”

Hye-sung: “Aku membaca semuanya!”


Soo-ha menerima telpon dari Ahjussi Pelacak, dia menyuruh Hye-sung masuk lebih dulu ke kantor. Hye-sung mengira itu telpon dari pacarnya Soo-ha.
Soo-ha: “Halo.”
Ahjussi: “hey, aku menelpon hanya karena kau menunggu.”
Soo-ha: “Kapan kau akan menemukannya?”
Ahjussi: “Aku tidak bisa memastikan. Pri itu perlu meng-klik paling tidak satu kali, jadi aku bisa melacak keberadaannya. Tapi pria itu tidak juga terjebak.”
Soo-ha: “Bisakah kau mempercepatnya?”
Ahjussi: “Aku tahu. Jika dia sudah terjebak, aku akan mengirimkan sms walaupun tengah malam. Tunggulah.”

***

Soo-ha berlari mengejar lift yang akan menutup, meminta oran di dalam untuk menahannya. Ketika berterimakasih, Soo-ha kaget karena itu Kwan-woo. Walaupun engga, Soo-ha pun masuk.

Kwan-woo: “Apa kau disini karena mengawal Pengacara Jang? Aku berterima kasih karena kau selalu menjaga Pengacara Jang di dunia yang berbahaya ini.”
Kwan-woo menyentuh pundak Soo-ha. Soo-ha melepaskannya.

“Dan mengapa kau, yang disana, perlu berterimakasih?”

Kwan-woo: “ ‘yang disana’? Hey, berapa umurmu?”
Soo-ha: “Yang pasti sangat lebih muda daripada kau. Apa yang mau kau lakukan jika kau tahu umurku?”
Kwan-woo: “Hanya saja…karena aku ingin mengatur kencan buta untukmu. Sepupuku di kelas 11 dan dia bisa bahasa asing, belajar dengan baik, langsing dan cukup cantik untuk di audisi…..”



Soo-ha menyela: “Aku menyukai seseorang.”
Kwan-woo: “Benarkah? Siapa?”
Soo-ha: “Haruskah aku memberitahumu?”
Kwan-woo: “Aku merasa aku salah sebelumnya, tapi sepertinya kau tidak menyukaiku.”
Soo-ha: “Ya, aku tidak menyukaimu.”

Kwan-woo kaget: “Kenapa? Apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu marah? Anak ini selalu menatapku dengan kasar saat aku berada di sekitar Pengacara Jang. Apakah gadis yang dia sukai adalah Pengacara Jang?”
Soo-ha: “Ya.”
Kwan-woo kaget lgi: “Apa?”
Soo-ha: “Kau membuatku marah. Sekarang kau sedang menginjak kakiku.”

Kwan-woo: “Oh, maaf.”


Soo-ha keluar lift, Kwan-woo berbicara sendiri, “Anak itu, dia benar-benar bisa membaca pikiran orang.”  (Kwan-woo tahu dari mana? Atau hanya ungkapan saja?)
Kwan-woo meminta Soo-ha memanggilnya Hyung.

Terdengar suara Hye-sung berteriak dari dalam kantor, “Apa yang kau lakukan?”
Kwan-woo dan Soo-ha bergegas masuk.

Kakek Dae-sung memegang keranjang sampah dan akan melemparkannya pada Hye-sung. Hye-sung panik berusaha menghindar.
Hye-sung: “Jangan mendekat! Aku akan melapor polisi! Pergi! Tak bisakah kau menyimpan itu sekarang! Aku bilang jangan mendekat!
Kakek Dae-sung: “Kau pengacara sampah!”
Kakek Dae-sung melempar sampah ke arah Hye-sung. Dengan segera Soo-ha menghalangi dan memeluk Hye-sung. Bahu Soo-ha terbentur lemari.


Kwan-woo mengungcang-guncangkan badan Kakek Dae-sung dan berteriak marah, “Apa kau sadar? Apa yang kau lakukan? Seseorang bisa terluka!”

“Aku yang seharusnya bertanya, apa yang kau lakukan?” Pengacara Shin masuk ke ruangan. “Inikah yang dilakukan seorang pengacara?”
Kwan-woo: “Pengacara Shin…”

Yoo-chang akan menelpon polisi.
Pengacara Shin: “Choi Yoo-chang, tutup telponnya.”
Kwan-woo: “Yoo-chang, laporkan. Ini penyerangan dan campur tangan pekerjaan!”
Pengacara Shin menyimpan telponnya dan mengajak Kakek Kae-sung untuk berbicara di luar. Kakek terlihat syok juga atas apa yang telah ia lakukan.

Hye-sung bertanya dengan khawatir, apakah Soo-ha terluka. Soo-ha bilang hanya memar saja. Hye-sung marah dan segera keluar menyusul Pengacara Shin.
*** 

Pengacara Shin berbicara dengan Kakek Dae-sung.
Pengacara Shin: “Kakek, aku mengerti ini tidak adil dan kau marah. Tapi kau tidak boleh melakukan hal itu. Jika seseorang terluka, kau akan ditangkap karena penyerangan! Kau akan dalam masalah besar!”
Kakek Dae-sung: “Lalu aku akan ditangkap polisi?”

Pengacara Shin melihat Hye-sung berjalan ke arahnya, dia menaikkan suaranya,
“Tidak! Pengacara wanita itu sebenarnya lebih  dermawan daripada yang terlihat. Hati dan kepribadiannya mengagumkan! Jadi dia akan memaafkanmu dan tidak akan melaporkannya. Jangan melakukan hal itu lagi.”


Hye-sung: “Lucu sekali. Dengan ijin siapa dia akan dimaafkan?”

Pengacara Shin mendekati Hye-sung.
Pengacara Shin: “Kau mendengarnya kan? Kakek itu merasa sangat bersalah padamu. Jadi jangan menuntutnya dan lupakan. Anggap saja semua sudah di selesaikan.”
Hye-sung: “Selesai? Tidak, aku tidak mau. Aku akan menuntutnya untuk penyerangan dan campur tangan pekerjaan.”

Pengacara Shin: “Apa kau akan melakukan itu pada seseorang yang mengumpulkan sedikit uang setiap harinya untuk bertahan hidup? Itukah caranya agar kau merasa puas?”
Hye-sung: “Ya. Hanya itu caranya agar aku merasa puas. Aku berpikir semuanya harus diselesaikan berdasarkan hukum.”
Pengacara Shin: “Benarkah? Hukum itu hebat. Lalu aku kira aku harus melakukan sesuatu berdasarkan buku juga. Aku akan pergi ke Komite Etik Pengacara. Lalu aku akan melaporkan bahwa kau membuat jebakan bersama jaksa, dan menipu terdakwa waktu itu. Sangat mudah. Cara hukum digunakan. Karena itu kebenaran.”

Hye-sung tersinggung: “Apakah ini ancaman?”

Pengacara Shin: “Ini bukan ancaman, tapi teknik untuk mendapatkan penyelesaian. Bagaimana menurutmu? Apakah aku harus merujuk pada hukum?”

Hye-sung masih emosi, “Baik. Lakukan itu…”
Soo-ha menyela dengan memegang tangan Hye-sung dan meminta maaf pada Pengacara Shin.
Soo-ha: “Kami tidak menuntut kakek itu, jadi anda tidak perlu khawatir.”

Hye-sung: “Diamlah. Kau terluka.”
Soo-ha: “Ya, aku satu-satunya yang terluka. Aku yang menyelesaikannya, karena hanya aku yang terluka.”
Hye-sung melepaskan pegangan tangan Soo-ha dengan kasar dan beranjak pergi.
***



Soo-ha mengejar Hye-sung.
Hye-sung: “Jangan mengikutiku.”
Soo-ha: “Kau marah? Karena aku tidak berada di pihakmu?”
Hye-sung: “Jangan membuatku seperti orang yang kekanak-kanakan. Ini sungguh menggangu jika kau berbicara adil dalam situasi seperti ini.”

Soo-ha: “Maafkan aku. Aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku tidak akan melakukannya lagi lain waktu.”
Hye-sung menghela nafas, “Lenganmu tidak apa-apa?”
Soo-ha: “Ya.”
Hye-sung sudah tidak marah lagi. “Kau akan terlambat sekolah. Cepatlah pergi.”
Soo-ha: “Ya.”   And he’s smiling….

*** 



Dikantor. Yoo-chang memandangi satu persatu ketiga pengacara di ruangan itu yang sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, dengan ekspresi yang aneh. Entah apa yang ada dipikirannya, tapi dia terkaget-kaget mendengar suara dering telpon.
Yoo-chang mengangkat telponnya dan terkejut lagi.


Yoo-chang: “Permisi Pengacara Cha.”
Kwan-woo menjawab tanpa menoleh, “Ya?”
Yoo-chang: “Mereka mengatakan kasus Kakek Lee Dae-sung sekarang di tangani oleh Pengacara Cha.”
Kwan-woo berhenti sejenak dari aktifitasnya, kemudian menjawab masih tanpa menoleh, “Baiklah. Aku mengerti.”
***


Hakim Kim dan dua temannya sedang berjalan pulang dari makan siang. Mereka berjalan sambil minum dan mengobrol. Kemudian mereka melihat Kwan-woo sedang duduk.
Teman 1: “Orang itu sepertinya Pengacara Cha.”
Hakim Kim: “Orang ini, dia sungguh orang yang hebat! Nilainya dan kepribadiannya, disemua aspek! Haruskah aku bilang dia itu role model untuk pembela umum?”
Mereka kemudian tertawa bersama.

Tapi tiba-tiba Kwan-woo berdiri dan menendang tempat sampah yang ada di dekatnya, menginjak-injak sampah yang berhamburan dan kemudian berteriak:
“Mengapa itu aku?! MENGAPA?!!!”

Hakim Kim dan temannya menganga…tak percaya pada apa yang dilihatnya. Hakim Kim mendapat tatapan tak percaya dari kedua temannya.
Hakim Kim membela diri, “Dia adalah contoh para murid sebelumnya. Sebelumnya.”

Kwan-woo yang sudah sadar dari emosinya pun kaget dengan apa yang di lakukan, lalu dia membereskan kembali sampah-sampah yang tadi di injaknya.
Hakim Kim: “Lihat, bagaimana hebatnya dia.”

*** 


Yoo-chang masuk ke dalam kantor, dan melihat hanya ada Hye-sung dan Pengacara Shin disana, hawanya tidak baik. Yoo-chang berjingkrak akan keluar kantor lagi, tapi…

“Yoo-chang? Katakan pada Pengacara Jang untuk memberikan berkas kasus pada Pengacara Cha.” Pengacara Shin meminta Yoo-chang jadi perantara.

Yoo-chang: “Ah iya.. Uhm, Pengacara Jang…dapatkah kau menyerahkan berkas kasus...”

“Yoo-chang? Tolong katakan padanya Pengacara Cha tidak akan mengambil kasus ini, jadi itu tidak perlu.” Kata Hye-sung samnil mengetik.

Yoo-chang: “Ah iya.. Uhm, Pengacara Shin…”

“Katakan padanya tidak seperti ‘seseorang’, Pengacara Cha bukan tipe orang yang akan bertengkar dengan terdakwa, jadi jangan khawatir.” Kata Pengacara Shin dengan nada tinggi.

Belum sempat Yoo-chang berkata apa-apa pada Hye-sung, Hye-sung langsung menyela: “Katakan padanya seorang pembela umum tidak boleh dipaksa untuk mengambil kasus yang mereka tidak mau!”

Belum sempat juga Yoo-chang menyampaikan pada Pengacara Shin, beliau sudah menyela dan berteriak: “Katakan padanya seorang pembela umum tidak boleh memilih-milih kasus!”


Yoo-chang kesal, dia merajuk sambil menarik-narik dasinya, “Mengapa kalian melakukan ini padaku?!”


Untung saja Kwan-woo datang, “Hey, Yoo-chang? Kau menyalin berkas kasus Tuan Lee Dae-sung kan?”
Kwan-woo ke Yoo-chang: “Pengacara Jang, tolong berikan berkasnya padaku.”
Kwan-woo ke Pengacara Shin: “Pengacara Shin…aku minta maaf atas kejadian hari ini. Apakah anda punya berkas Lee Dae-sung sebelumnya?”


“Tentu saja ada….tunggu sebentar…aku akan memberikannya padamu segera!” Pengacara Shin mengatakannya dengan nada lucu dan sambil melihat ke arah Hye-sung, menyindir gitu ceritanya.

Yoo-chang merangkul lengan Kwan-woo dan merajuk, “Kau kemana saja? Aku pikir aku akan mati.”
Kwan-woo melepaskan tangan Yoo-chang, “Apa yang kau lakukan? Sangat menjijikan..”

 *** 





Kwan-woo mulai menangani kasus Kakek Dae-sung. Wawancara di kantor, mencari keterangan di tempat pemulung sampah, lembur di kantor, bahkan samapi mendatangi pihak yang melapor (korban) dan mendapat siraman air di siang bolong. Dan hebatnya Kwan-woo tetp tersenyum.


Kwan-woo pulang ke kantor dalam kondisi basah kuyup.
Yoo-chang: “Aigo. Kenapa semua badanmu basah? Apa di luar hujan?”
Kwan-woo menjawab dengan senyuman, “Tidak. Aku pergi untuk bertemu dengan korban dan disiram air.”

Hye-sung: “Kenapa seorang pembela umum menemuin korban? Aku merasa kau terlalu berlebihan.”
Kwan-woo: “Jika aku bisa menyelesaikannya, aku berharap hakim akan memberika keputusan yang meringankan.”
***


Soo-ha: “Pengacara Cha bekerja sekeras itu?”
Hye-sung melemparkan kertas, tapi tidak masuk ke keranjang, “Dia pasti sudah masuk, jika dia ikut untuk mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian.”
Soo-ha mengambil kertasnya dan memasukkan ke keranjang sampah.

(Mianeyo.. aku skip obrolan yang disini, soalnya aku gak ngerti gimana mau menterjemahkannya ke dalam Bahasa, malah jadi aneh dibacanya, intinya sih masih membicarakan kasus itu, yang jadi ditangani Kwan-woo.)

Soo-ha mengambil botol minuman, dia kesulitan membuka tutup botolnya karena tangannya yang sakit, Hye-sung mengambil dan membukakan untuk Soo-ha.

Soo-ha: “Bagaimanapun mimpi ibumu benar-benar akurat. Dia meramalkan kejadian teror sampah tadi.”

Hye-sung: “Benarkah?”


Hye-sung lalu menelpon ibunya, sepertinya menceritakan kejadian teror sampah itu.
Ibu: “Itu bagus diakhiri dengan cara itu. Anehnya dimana?”
Hye-sung: “Apa yang aku katakan itu terlalu mudah, dibandingkan skala mimpi buruk ibu.”
Ibu sedang mencoba jaket dibantu ahjumma temannya: “Mudah? Omong kosong apa yang kau bicarakan… kau mendapat gaji minggu ini kan? Apa yang akan kau lakukan?”

Hye-sung: “Apa maksud ibu dengan apa yang akan aku lakukan? Ibu bilang ibu akan menghiasnya (bukti pembayaran-paycheck).”
Ibu: “Tentu saja akan ku lakukan! Tapi maksudku bagaimana kau akan memberikannya padaku? Apakah hanya akan mengirimnya ke rekeningku atau kau akan datang kesini dan memberikannya padaku dalam amplop, memberi salam dan berkata ‘Gunakan dengan baik, ibu’?”

Hey-sung: “Apa? Kau sedang mengancamku untuk pergi dan menyerahkannya padamu secara pribadi. Aku akan pergi akhir minggu ini.”
Ibu: “Baiklah kalau begitu. Sampai bertemu akhir minggu.”

Ahjumma: “Apa yang akan kau lakukan dengan uang gaji putrimu? “
Ibu: “Aku akan membeli sebuah mobil.”
Ahjumma: “Ibu, kau tidak punya SIM.”
Ibu: “Memangnya kenapa?”
Ahjumma: “Aaahh, kau membelinya untuk putrimu kan?”

Ibu meminta ahjumma mengambilkan nomor yang lebih kecil untuk jaket yang ibu coba. Ahjumma menebak pasti jaketnya juga untuk Hye-sung. Ibu bilang selera Hye-sung dalam memilih baju sangat buruk.



Ibu lalu menelpon Joon-guk memintanya untuk membelikan daging, untuk diberikan pada Hye-sung akhir pekan ini.  Joon-guk lalu mengmati CCTV yang terpasang tepan di depan restoran ibu. Joon-guk merusaknya.
***




Hye-sung memasuki kantor, dan melihat Kwan-woo yang tertidur dikursinya. Hye-sung terlihat kesal, dia berjalan ke mejanya dan membanting berkas dengan keras di atas meja “Brak”. Kwan-woo terlonjak kaget dan terbangun. Kwan-woo terkejut sudah jam 8.30 sekarang dan dia harus ke persidangan.

Kwan-woo: “Jaksa untuk kasus ini adalah Seo Do-yeon. Kau telah bertarung beberapa kali dengannya kan Pengacara Jang? Apakah kau punya tips khusus? Adakah taktik khusus untuk menyerangnya?”

Hye-sung mendekati Kwan-woo, “Pengacara Cha, aku tidak ingin menanyakannya karena aku tidak mau dianggap mengucapkah hal yang tidak berguna. Apakah kau tidak marah? Kakek itu menyebutku pengacara sampah. Dia tidak hanya mengatakan ppadaku, tapi pembela umum secara keseluruhan. Apa aku salah?”

Kwan-woo: “Itu benar.”
Hye-sung: “Aku tidak mengharapkan kau akan berada di pihak ku. Tapi setidaknya, kau tidak seharusnya berakting seperti ini sebagai seorang pengacara. Sejujurnya, aku marah karena kau bekerja keras. Ini terasa seperti kau sengaja membuatku marah dengan tujuan tertentu.”

Kwan-woo: “Aih, tidak seperti itu.”
Hye-sung: “Lalu apa? Kenapa kau terlalu berlebihan?”
Kwan-woo: “Itu….kenyataannya adalah……”

***



Ruang persidangan.
Jaksa menanyai terdakwa, tapi disela oleh Kwan-woo yang mengatakan bahwa terdakwa kurang mendengar jadi mereka harus bicara lebih keras. Jaksa akhirnya menggunakan microfon.

Jaksa: “Selama lima tahun terakhir terdakwa Lee Dae-sung telah dilaporkan atau terindikasi melakukan pencurian sebanyak 16 kali. Apa itu benar?”
Kakek Dae-sung: “Itu benar. Tapi yang terjadi adalah…”

Jaksa: “Sejauh ini, jaksa dan persidangan menganggap pencurian sebelumnya sebagai kejahatan untuk bertahan hidup, dan memberikan keputusan yang ringan, seperti suspensi tuntutan tertulis, sebuah catatan atau masa percobaan. Apa itu benar?”
Kakek Dae-sung: “Ya, tapi.. Aku masuk penjara dua kali…”

Jaksa: “Setelah keluar dari penjara, belum satu tahun, kau berusaha untuk mencuri lagi?”

Kakek Dae-sung: “Benar, seharusnya aku merasa bersalah samapi mati.”



Kwan-woo menghela nafas. Kini gilirannya yang memberikan pertanyaan pada Kakek Dae-sung. Kwan-woo menyakan hal-hal yang sudah tertulis pada berkas seperti kakek yang kehilangan rumah, kakinya terluka dan tak bisa bekerja, kakek yang tidak bisa membayar tagihan listrik menggunakan lilin di malam hari sehingga kamarnya kebakaran, dan mencuri koran bekas.


Hakim menghentikannya dan meminta Kwan-woo untuk mengajukan pertanyaan yang lain. Kwan-woo terlihat sedikit bingung. Hakim menanyakan apakah ada hal lain yang ingin dikatakan Kwan-woo. Kwan-woo menjawab ada.


Hye-sung yang berada disana teringat kata-kata Kwan-woo sebelumnya:

“Itu….kenyataannya adalah…itu karena aku benar-benar marah. Aku marah atas apa yang kakek lakukan padamu. Aku juga marah dia menghina pekerjaan kita. Jadi aku akan menunjukkannya di persidangan.”


Kwan-woo membawa tumpukan koran ke dalam ruang persidangan. Dia memisahkan dua ikat koran, dan menunjukkan sisanya pada hakim.
Kwan-woo: “Sebanyak inilah koran yang harus terdakwa kumpulkan untuk membayar uang sewa 5 dolar setiap hari.”

Kwan-woo menambahkan lagi dua ikat koran yang sebelumnya di pisahkan.


“Sebagai tambahan dia harus menjual sebanyak ini untuk mendapatkan makanan satu hari. Dan juga, Yang Mulia, apakah anda pernah menaiki subway sebelumnya? Tidak ada orang yang melihat berita menggunakan koran lagi. Mereka menggunakan smartphones. Saya berkeliling sepanjang hari dan mengambil 35 koran dari tanah. Untuk orang yang perlu mengumpulkan 800 lembar koran setiap hari untuk hidup, koran gratis di jalan berarti cara bertahan hidup untuk mereka.”

Hye-sung teringat lagi percakapannya dengan Kwan-woo, lanjutan sebelumnya:
Di persidangan, aku akan menunjukkan bahwa kita (pembela umum) bekerja keras untuk melihat dunia dengan cara yang sama dengan yang dia lakukan dan bahwa kita sangat mengerti dirinya. Aku pasti akan mendapatkan keputusan yang ringan dari hakim. Kemudian setelahnya, aku akan memintanya untuk meminta maaf padamu. Untuk mendapatkan maaf itu, aku bekerja dengan keras sekarang, seperti aku mempertahankan hidupku.”

Kwan-woo: “Jika mengumpulkan sampah sangat sulit, anda mungkin akan mengatakan dia seharusnya mencari pekerjaan lain. Atau mengatakan, seperti dunia yang berusbah, dia seharusnya juga mengubah hidup. Akan tetapi, dunia berubah terlalu cepat untuk orang seperti ini.

Kwan-woo berbalik menghadap hadirin, “Untuk pandangan eorang sperti ini dan pikiran mereka, tolong menghargai mereka walaupun hanya satu kali.”
(Lagi, Kwan-woo menyentuh hati orang-orang di persidangan dengan pembelaannya pada terdakwa.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar